Minggu, 10 Februari 2013

PLN dinilai Buta Matematika, Pelanggannya Mengeluh

Perusahaan listrik negara (PT.PLN (Persero)) yang telah berkiprah dalam kurun waktu yang cukup lama di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, semakin hari semakin memacu diri untuk menjadi perusahaan yang sanggup berdiri kokoh dalam persaingan bisnis masa kini. Salah satu upaya yang ditempuh adalah memberikan kemudahan bagi pelanggannya dalam hal pembayaran rekening listrik dengan menerapkan teknologi pembayaran rekening secara online melalui loket-loket yang tersebar di berbagai daerah bahkan sampai di pelosok-pelosok seluruh Indonesia. Loket-loket pembayaran rekening listrik tersebut dikelola oleh pihak ketiga yang telah direkomendasikan oleh PT.PLN (persero).

Pembayaran secara online dinilai cukup efektif bagi pihak PLN, karena tidak perlu menambah alokasi pengeluaran biaya untuk merekrut pegawai baru untuk petugas loket, dan pengeluaran biaya untuk pelatihan, serta pengeluaran untuk pembayaran gaji bagi karyawan petugas loket.
Disamping itu dengan Pembayaran secara online dapat menjamin keutuhan dan kesatuan data pembayaran dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan yang lebih cepat.

Ternyata langkah brilian yang diambil pihak PLN ini tidak sepenuhnya dipahami oleh para pelanggannya, yang pada akhirnya dinilai sangat merugikan pelanggan.

Beberapa hari lalu, seorang pelanggan PLN yang enggan dituliskan identitasnya, tinggal di sebuah daerah dalam wilayah kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara, mengeluhkan pembayaran rekening listriknya setelah membandingkan pembayaran-pembayaran sebelum dan sesudah penerapan sistem pembayaran online. "Dulu saya bayar listrik cuma bermain di kisaran 30 ribu sampai 45 ribu rupiah, tapi sekarang sudah mencapai dua kali lipatnya. Bulan kemarin saja saya bayar hampir 70 ribu rupiah. Saya kaget, padahal pemakaian kami normal, tidak ada pemakaian alat tambahan", tuturnya kepada RM. Ditambahkannya pula bahwa:"berdasarkan struk bulan kemarin tersebut, total pemakaian cuma 42 kWh (sesuai hitungan pegawai PLN setempat). Setelah saya gunakan acuan pada lampiran peraturan menteri ESDM No.07 Tahun 2010 tanggal 30 Juni 2010, dimana dalam lampiran itu dinyatakan antara lain untuk Golongan Tarif R-1/TR dengan pemakaian Listrik 30 kWh s.d 60 kWh dikenakan biaya per-kWh sebesar 360 rupiah.Biaya Beban sebesar 11 ribu rupiah. Seharusnya yang harus saya bayar tidak cukup 50 ribuan, tapi dalam struk pembayaran tercetak hampir 70 ribu".

Untuk memastikan keterangan itu Kami melakukan perhitungan kembali, dimana diketahui :
pemakaian              = 42 kWh
tarif Dasar               = Blok II (360/kWh)
Biaya Beban            = Rp 11.000
Retribusi ke Pemda  = 10% dari harga pemakaian listrik

maka diperoleh:
harga pemakaian : 42 kWh x Rp 360      = Rp 15.120,-
Biaya Beban                                           = Rp 11.000,-
Retribusi ke Pemda : 10% x Rp 15.120   = Rp 1.512,-
Insentif petugas :                                         Rp 2000 (asumsi)

Jadi, Total Tagihan : (Rp 15.120,-) + (Rp 11.000,-) + (Rp 1.512,-) + (Rp 2.000,-) = Rp 29.632,-

Menurut pelanggan listrik tersebut, bahwa dia merasa kurang nyaman dengan keadaan seperti ini, sebab terkesan bahwa salah satu Perusahaan milik Negara melakukan pelecehan terhadap ilmu Aljabar, dan karenanya itu dia datang menyampaikan keluhannya itu ke Radar Muna Online.

PLN dinilai Buta Matematika, Pelanggannya Mengeluh Rating: 4.5 Diposkan Oleh: maya-ku