Berkenaan dengan aksi kekerasan yang menimpa Sekretaris Daerah Kabupaten Muna Drs.H.La Ora,M.Pd pada hari Sabtu(18/12) lalu, "baca:Tidak Terjaring Calon CPNSD Pukul Sekda" Beliau melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Tiga orang disebut-sebut sebagai pelaku kekerasan terhadap Sekda Muna yakni berinisial LB, HK(ex Tentara) dan LJ, yang dilaporkan oleh Sekda Muna tersebut, langsung dijemput oleh pihak kepolisian Resort Muna untuk dimintai keterangan.
Menurut Ketua SATGAS DAMAI, LM Zairin Ombi menjelaskan, orang yang dilaporkan La Ora diakui sebagai anggota SATGAS DAMAI pada waktu pemilukada Muna beberapa bulan lalu.
Setelah ditelusuri, ternyata peristiwa ini dipicu oleh kabar angin yang berkaitan dengan hasil kelulusan tes seleskai CPNSD kabupaten Muna tahun 2010, bahwa sebelum itu Sekda Muna yang dikenal sebagai bosnya CPNSD Muna 2010, berangkat ke Universitas Udayana Bali (Pemenang tender Seleksi CPNSD Kab.Muna 2010), untuk melakukan sesuatu yang dianggap tidak patut. Usaha tersebut disinyalir sebagai penyebab lulusnya sekitar 90 CPNSD, dari berbagai bidang keahlian dan jabatan yang dilamar. Kalau memang betul demikian kenyataannya, maka berarti Sekda Muna meng-kapling kuota CPNSD muna sekitar 43% dari quota yang disediakan yaitu sekitar 200 lebih CPNSD.
Beberapa pihak menilai bahwa kasus ini sangat menyalahi komitmen sebagaimana yang disuarakan pasangan DAMAI dalam kampanye-kampanyenya. DAMAI senantiasa menyatakan bahwa dalam urusan pengangkatan pegawai negeri, tidak akan ada lagi kegiatan tawar-menawar baik dalam bentuk uang, maupun dalam bentuk lainnya. Oleh karena itu, ada beberapa pihak yang menganggap bahwa kejadian ini hanyalah biasa-biasa saja, dan selanjutnya meminta kepada Sekda Muna Drs.H.La Ora,M.Pd untuk mencabut berkas laporannya dari kepolisian. Berbagai upaya dilakukan antara lain dari LSM pada hari Minggu (20/12) mencoba melakukan negosiasi dengan pihak kepolisian agar ketiga pelaku yang sementara ini masih di tangan polisi, sedapatnya bisa dikeluarkan.
Pihak Kepolisian menanggapi hal itu secara positif, dan pada intinya pihak kepolisian bisa saja meluluskan permintaan ini, tetapi harus ada prosedur yang dilalui yakni pihak pelapor dalam hal ini Sekda Muna harus melakukan pencabutan berkas laporan.
Menaggapi hal ini, salah seorang anggota DPRD Kabupaten Muna, Febryansah Rifai merasa terpanggil untuk menjadi mediator dalam kasus kekerasan tersebut. Pada tanggal 21/12, Febryansah datang menyambangi Sekda Muna, dengan maksdud meminta maaf atas terjadinya kekerasan fisik itu. Sayangnya, Sekda Muna agak keberatan menerima permohonan maaf yang disampaikan secara langsung oleh Febryansah, bahkan secara tegas Sekda Muna menyatakan "saya bersedia mencabut berkas laporan di kepolisian, tetapi harus Pak Rifai yang datang menyampaikan permohonan maaf".
Mengapa harus Pak Rifai yang minta maaf? Sejak beberapa hari lalu sampai akhirnya tulisan ini dipublish, kontributor kami belum dapat mengkonfirmasi kedua belah pihak.